Mengacu
pada banyaknya penyalahgunaan lambang palang merah dan bulan sabit
merah oleh berbagai pihak tanpa ada upaya apapun untuk penertibannya,
baik dari pemerintah maupun dari PMI sendiri sebagai perhimpunan
nasional kepalangmerahan yang telah ditunjuk oleh pemerintah, maka PMI
berinisiatif untuk memulai program kampanye Lambang sebagai upaya untuk
mendukung pengesahan RUU Lambang Palang Merah oleh DPR RI. Untuk itu
berikut beberapa pertanyaan dan jawaban terkait lambang palang merah.
1. Apakah lambang palang merah itu ?
Lambang
palang merah adalah simbol berbentuk palang sama panjang antara
vertikal dan horizontal yang seluruhnya berwarna merah. Lambang palang
merah harus selalu diletakan diatas dasar putih.
2. Apakah fungsi lambang palang merah?
Lambang
mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai tanda pengenal atau identifikasi
serta fungsi perlindungan atau proteksi. Kedua fungsi ini mempunyai
maksud dan tujuan yang berbeda sesuai dengan situasi yang dihadapi.
3. Apakah bedanya lambang sebagai tanda pengenal (identifikasi) dan sebagai tanda pelindung (proteksi)?
Sebagai
tanda pengenal (identifikasi), lambang berfungsi untuk memfasilitasi
kegiatan-kegiatan kemanusiaan oleh petugas palang merah, sehingga mereka
yang bertugas termasuk para sukarelawan mempunyai akses seluas-luasnya,
misalnya dalam penanggulangan konflik dan bencana. Lambang sebagai
tanda pelindung (proteksi) berfungsi untuk memberikan proteksi kepada
petugas yang menggunakan lambang itu beserta sarana dan prasarana yang
digunakan misalnya ambulans untuk memperoleh perlindungan. Fungsi
proteksi digunakan dalam hal terjadi konflik bersenjata. Dalam hal-hal
tertentu kedua fungsi ini berguna secara simultan yaitu dalam situasi
konflik dan non-konflik.
4. Siapakah yang berhak menggunakan lambang?
Lambang
dengan fungsi-fungsi sebagaimana dikemukakan diatas, hanya dapat
digunakan untuk petugas-petugas palang merah baik dalam keadaaan
non-konflik maupun dalam konflik bersenjata.
Penggunaan
lambang oleh pihak-pihak lain tanpa ijin penguasa/pemerintah dan/atau
pengurus palang merah yang berwenang untuk itu, merupakan pelanggaran
terhadap Konvensi Jenewa tahun 1949 pasal 43 dalam hal konflik dan pasal
53 dalam hal non-konflik. Sebagaimana dimaklumi, Konvensi Jenewa tahun
1949 telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia dengan
Undang-Undang no 59 tahun 1958.
Pasal 53 Konvensi Jenewa 1949 berbunyi sebagai berikut:
”
Pemakaian lambang atau sebutan "Palang Merah" atau "Palang Jenewa" atau
tanda atau sebutan apapun yang merupakan tiruan dari padanya oleh
perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, perusahaan atau perseroan dagang
baik pemerintah maupun swasta, selain dari mereka yang berhak di bawah
Konvensi ini selalu harus dilarang, apapun maksud daripada pemakaiannya
itu dan tanpa mengindahkan sebagai penggunaannya.” (terjemahan oleh Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Hukum Departemen Kehakiman, Jakarta, Agustus 1999).
5. Siapakah yang berhak menggunakan lambang pada situasi non-konflik?
Merujuk
pada Pasal 44 Konvensi Jenewa tahun 1949, dalam situasi non-konflik,
lambang palang merah hanya boleh digunakan oleh petugas palang merah
dalam menjalankan tugas kemanusiaan mereka.
Sebagai tanda pengenal, lambang ini hanya boleh digunakan oleh personel yang menggunakan lambang palang merah yaitu:
- Personil medis dan rohaniwan angkatan bersenjata dari suatu negara.
- Para personel yang telah diizinkan oleh penguasa militer untuk membantu dinas kesehatan angkatan bersenjata.
- Anggota Palang Merah nasional dari suatu negara.
- Anggota Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC)
- Anggota Komite Internasional Palang Merah (ICRC)
Merujuk pad pasal 24, 25 dan 26 Konvensi Jenewa tahun 1949, maka sebagai lambang pelindung, lambang palang merah hanya boleh digunakan oleh para personel sbb:
- Personil medis dan rohaniwan angkatan bersenjata dari suatu negara.
- Personil Komite Internasional Palang Merah atau International Committee of the Red Cross (ICRC) yang bertugas membantu/menolong korban konflik.
- Para personel telah diizinkan oleh penguasa militer untuk membantu dinas kesehatan angkatan bersenjata.
Palang Merah Indonesia didirikan pada tanggal 17 September 1945. Palang Merah Indonesia merupakan satu-satunya perhimpunan palang merah nasional (National Society). Palang Merah Indonesia didirikan berdasarkan Kepres No 25 tahun 1950 dan Kepres No 246 tahun 1963. Sebagai perhimpunan nasional palang merah, Palang Merah Indonesia bertugas untuk membantu pemerintah (auxiliary function) dengan tetap menjaga kemandiriannya serta mematuhi semua peraturan yang berlaku di Indonesia. Palang Merah Indonesia sebagai satu-satunya perhimpunan nasional juga memiliki legitimasi berdasarkan Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
8. Selain lambang palang merah, apakah ada lambang lain yang juga berfungsi sama dengan lambang palang merah?
Ada 3 lambang lain yang juga diakui oleh Konvensi Jenewa 1949 sebagai lambang yang memiliki fungsi sama dengan lambang palang merah, yaitu lambang bulan sabit merah, singa & matahari merah serta Kristal merah. Saat ini ada 153 negara yang gunakan lambang palang merah, 33 negara gunakan lambang bulan sabit merah, 1 negara gunakan lambang Kristal merah dan tidak ada lagi negara yang gunakan lambang singa & matahari merah. Dari ke-4 lambang tersebut, telah ditentukan bahwa satu negara hanya boleh menggunakan salah satu lambang saja.
Disebutkan dalam lanjutan pasal 53 Konvensi Jenewa 1949 :
“Larangan yang ditetapkan dalam paragraf pertama dari pasal ini akan berlaku juga untuk lambang-lambang dan tanda-tanda yang disebutkan dalam paragraf kedua Pasal 38 (bulan sabit merah, singa & matahari merah), tanpa mempengaruhi hak apapun yang diperoleh karena pemakaiannya terlebih dahulu”.
9. Jika ada pihak lain yang ingin melakukan kegiatan kemanusiaan sebagaimana yang dilakukan Gerakan PM/BSM Internasional, lambang apakah yang dapat digunakan?
Tidak ada ketentuan tentang lambang apa yang dapat digunakan untuk kegiatan kemanusiaan oleh pihak-pihak selain yang tersebut dalam Konvensi Jenewa 1949. Artinya, semua pihak dipersilahkan mengunakan lambang apapun asalkan bukan lambang palang merah, bulan sabit merah, singa & matahari merah dan kristal merah. Kalau pun menggunakan bentuk yang sama, dipersilahkan menggunakan warna lain misalnya hijau (palang hijau/bulan sabit hijau).
10. Mengapa di Satu Negara hanya diperkenankan ada Satu Lambang dan Satu Gerakan (Palang Merah/Bulan Sabit Merah)?
Disuatu negara hanya boleh ada satu lambang dan mendirikan satu gerakan, karena prinsip kesatuan (unity principles). Hal ini dinyatakan dalam pasal 4 Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dengan prinsip kesatuan dimaksudkan supaya ada kepastian hukum. Hal ini tidak menutup organisasi atau perhimpunan atau bentuk-bentuk lainnya yang menyelenggarakan kegiatan kemanusiaan tetapi mereka tidak boleh sekali-kali menggunakan lambang palang merah atau bulan sabit merah atau kristal merah.
11. Apakah konsekuensi jika Indonesia mengadopsi lebih dari satu lambang?
Lambang palang merah, bulan sabit merah dan kristal merah seharusnya melekat pada perhimpunan palang merah atau bulan sabit merah atau kristal merah. Jika Indonesia mengadopsi lebih dari satu lambang, maka Indonesia akan mengalami konsekuensi-konsekuensi sbb:
- Indonesia dapat dikategorikan oleh masyarakat internasional sebagai negara yang tidak mengindahkan Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 berikut semua Protokol Tambahannya. Sedangkan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1949 menjadi Undang-undang.
- Indonesia tidak mengindahkan Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang dalam pasal 4 paragraf 2 berbunyi:
Catatan: Yang dimaksud dengan ’the Movement’ adalah Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang terdiri dari IFRC, ICRC dan semua perhimpunan nasional palang merah atau bulan sabit merah dari setiap Negara.
- Jika Indonesia tidak mengindahkan butir a dan/atau butir b diatas maka konsekuensi lebih lanjut adalah, Indonesia tidak memenuhi persyaratan yang sah untuk membentuk suatu perhimpunan nasional dengan lambang palang merah atau bulan sabit merah.12. Apakah hubungan Perhimpunan Nasional dengan Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC)?
PMI sebagai perhimpunan nasional menjadi anggota Federasi yang ke 68 dan secara sah diterima sebagai anggota pada 16 Oktober 1950. Sebagai anggota Federasi tentu PMI mempunyai hak-hak dan kewajiban sesuai dengan Statuta Gerakan. ICRC berbeda dengan IFRC. Anggota ICRC adalah perorangan, bukan lembaga atau perhimpunan nasional. Jadi PMI bukan anggota ICRC, tetapi PMI bekerja sama dengan Federasi dan ICRC sesuai tugasnya masing-masing. Dalam garis besar, hubungan dan kerjasama PMI, IFRC dan ICRC meliputi bidang-bidang antara lain :
- Tergabung dalam Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
- Bekerja dengan 7 (tujuh) prinsip yang sama, yaitu Kemanusiaan, Kenetralan, Kesamaan, Kesukarelaan, Kesatuan, Kesemestaan dan Kemandirian.
- Bertemu bersama dengan negara-negara anggota Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 sedikit-dikitnya sekali dalam 4 (empat) tahun.
Mengingat hal ini merupakan masalah yang fundamental maka dalam Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Lambang Palang Merah yang diajukan oleh pemerintah dalam konsideransnya antara lain dicantumkan pertimbangan :
“b. bahwa lahirnya Palang Merah Indonesia sebagai perhimpunan kemanusiaan yang menggunakan palang merah sebagai lambang pelindung dan lambang pengenal dalam kegiatan kemanusiaan sejalan dengan Konvensi-konvensi Jenewa tentang perlindungan korban perang yang antara lain mengatur lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah.”
13. Dimanakah letak urgensi undang-undang lambang?
Urgensi Undang-Undang Lambang Palang Merah dengan fungsi-fungsi sebagaimana diterangkan diatas merupakan kebutuhan nasional baik pada situasi non-konflik ataupun pada situasi konflik. Undang-Undang Lambang Palang Merah merupakan konsekuensi bagi Republik Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa 1949. Undang-Undang Lambang Palang Merah juga memberikan kepastian hukum bagi perhimpunan nasional baik pada tataran dalam negeri maupun dalam pergaulan internasional. Perlu disadari bahwa pengabaian hal ini dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan lambang untuk tujuan-tujuan lain seperti untuk kepentingan politik, komersial dan berbagai kepentingan lain yang seharusnya dapat dicegah dengan adanya undang-undang.
0 Loroseng Ada.ta:
Posting Komentar