RSS

LAMBANG, BENDERA, TANDA JABATAN, PAPAN NAMA, DAN STEMPEL SAKA BAKTI HUSADA


1. Lambang

a. Bentuk
Lambang Saka Bakti Husada berbentuk segi lima beraturan dengan panjang sisi masing-masing 5 cm.
b. Isi
Isi lambang Saka Bakti Husada terdiri atas:
1) Gambar lambang kesehatan.
2) Gambar dua buah tunas kelapa simetris dan sebuah bintang bersudut lima berwarna kuning emas.
3) Tulisan Saka Bakti Husada.
c. Warna
1) Warna dasar lambang Saka Bakti Husada adalah hijau.
2) Lambang kesehatan berwarna dasar putih, daun mahkota bunga Wijayakusuma putih palang hijau, lima kelopak bunga hijau, dan tulisan Saka Bakti Husada hitam.
3) Dua tunas kelapa simetris berwarna hijau dan satu bintang bersudut lima berwarna kuning emas.
4) Tulisan Saka Bakti Husada dengan huruf kapital berwarna hitam.
d. Arti Kiasan
1) Bentuk segi lima berarti falsafah Pancasila.
2) Warna hijau dasar dan hijau tua di dalam bunga Wijayakusuma dengan lima helai daun mahkota menggambarkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
3) Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelopak daun berwarna hijau menggambarkan Panca Karya Husada.
4) Palang hijau menggambarkan pelayanan kesehatan.
5) Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau mempunyai makna pengabdian yang luhur.
6) Tulisan Saka Bakti Husada berarti Satuan Karya Pramuka yang mengabdi dalam upaya kesehatan paripurna.
7) Dua buah tunas kelapa simetris dan satu bintang di atasnya menggambarkan bahwa setiap anggota Gerakan Pramuka ikut serta melaksanakan pembangunan kesehatan nasional dengan menggunakan Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan, sesuai dengan cita-cita luhur Gerakan Pramuka.
e. Pemakaian
1) Lambang Saka Bakti Husada yang terbuat dari kain dipakai pada lengan baju sebelah kiri, kira-kira 5 cm di bawah jahitan pundak baju.
2) Lambang ini hanya dipakai pada saat mengikuti kegiatan Saka.



2. Bendera


a. Bentuk
Bendera Saka Bakti Husada berbentuk empat persegi panjang berukuran tiga berbanding dua.
b. Isi
1) Lambang Saka Bakti Husada
2) Tulisan Saka Bakti Husada dengan huruf kapital
c. Warna
1) Warna dasar adalah hijau; melambangkan arti kedamaian
2) Warna lambang Saka Bakti Husada disesuaikan dengan ketentuan warna lambang di atas.
3) Warna tulisan SAKA BAKTI HUSADA, hitam
d. Ukuran
1) Tingkat nasional, 200 cm x 300 cm
2) Tingkat daerah, 150 cm x 225 cm
3) Tingkat cabang, 90 cm x 135 cm
4) Tingkat ranting, 60 cm x 90 cm.
e. Tiang bendera untuk masing-masing tingkat disesuaikan dengan ukuran bendera.


3. Tanda Jabatan


Tanda Jabatan Saka Bakti Husada adalah tanda pengenal yang menunjukan jabatan dan tanggung jawab seseorang dalam lingkungan Saka Bakti Husada.
a. Bentuk, Warna dan Isi
1) Tanda Dewan Saka Bakti Husada berbentuk roda gigi dengan 10 buah roda gigi dengan warna dasar biru dan dikelilingi warna kuning emas, ditengahnya terdapat gambar lambang kesehatan di dalam lingkaran oval berwarna kuning kecokelatan.
2) Tanda Pimpinan Saka Bakti Husada berbentuk lingkaran dengan sinar berpancar dari pusat menuju keluar. Pada bagian tengah terdapat lambang kesehatan dalam lingkaran oval warna kuning emas dengan bagian dalam dari lingkaran luar bertuliskan “GERAKAN PRAMUKA” dan gambar tunas kelapa. Warna dasar tanda jabatan masing-masing tingkat sebagai berikut:
a) Nasional warna kuning.
b) Daerah warna merah.
c) Cabang warna hijau.
b. Pemakaian
1) Tanda jabatan dipakai tepat di tengah saku kanan baju seragam Pramuka putra, atau di dada kira-kira di tempat yang sama pada baju seragam Pramuka putri.
2) Tanda jabatan dipakai selama yang bersangkutan melakukan tugas sesuai dengan tanda jabatan tersebut.
3) Bila yang bersangkutan berhenti dari jabatan yang diberikan kepadanya, maka tanda jabatan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, dan tidak dibenarkan dipakai pada pakaian seragam Pramuka.



4. Papan Nama


a. Bentuk
Papan Nama Saka Bakti Husada berbentuk empat persegi panjang.
b. Ukuran:
1) Sanggar : 1,50 x 0,60 m
2) Pimpinan Saka :
a) Tingkat Nasional 3,00 x 1,20 m
b) Tingkat Daerah 2,50 x 1,00 m
c) Tingkat Cabang 2,00 x 0,80 m
c. Contoh Tulisan:
1) Sanggar Satuan Karya Pramuka Bakti Husada, Jakarta Pusat.
2) Pimpinan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada Tingkat Nasional/Daerah/Cabang.
d. Warna:
1) Bidang lambang :
a) Dasar : sesuai warna dasar bendera Saka Bakti Husada.
b) Gambar : Gambar lambang berupa silhuet (bayangan) Tunas Kelapa.
2) Bidang huruf
a) Dasar : coklat muda.
b) Huruf : bentuk huruf kapital cetak biasa, tanpa kaki dan bayangan serta tebal tipis, warna hitam.
e. Besarnya gambar dan huruf disesuaikan dengan ukuran papan nama.
f. Pemasangan:
1) Papan nama dipasang, didirikan atau digantung di muka gedung tempat sekretariat bekerja. Agar diusahakan dan dipilih tempat yang mudah terlihat bahkan menarik perhatian orang yang melewati gedung tersebut.
2) Ketinggian pemasangan dari batas bawah papan nama sampai ke permukaan tanah 1,50 m.



5. Stempel


Pimpinan Saka Bakti Husada dapat membuat stempel, sebagai berikut:
a. Bentuk: Empat persegi panjang tidak bersudut.
b. Isi: Gambar lambang berupa silhuet (bayangan) Tunas Kelapa.
c. Ukuran:
1) Tinggi : 44 mm
2) lebar dalam : 29 mm
3) lebar luar : 32 mm

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Saka Bakti Husada Cabang Bone


Sesuai...................
PETUNJUK PENYELENGGARAAN
SATUAN KARYA PRAMUKA
BAKTI HUSADA
KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR: 154 TAHUN 2011

a. Satuan Karya Pramuka disingkat Saka yaitu wadah pendidikan dan pembinaan guna menyalurkan minat, mengembangkan bakat dan menambah pengalaman para Pramuka Penegak dan Pandega dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan. Saka juga memotivasi mereka untuk melaksanakan kegiatan nyata dan produktif sehingga dapat memberi bekal bagi kehidupannya dalam melaksanakan pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan aspirasi pemuda Indonesia dan tuntutan perkembangan pembangunan serta peningkatan ketahanan nasional.
b. Satuan Karya Pramuka Bakti Husada yaitu salah satu jenis Satuan Karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam bidang kesehatan yang dapat diterapkan pada diri, keluarga, lingkungan dan mengembangkan lapangan pekerjaan di bidang kewirausahaan.
c. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial untuk memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
d. Anggota Saka Bakti Husada adalah Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega putra dan putri yang menjadi anggota gugusdepan di wilayah ranting atau cabang yang mengembangkan bakat, minat, kemampuan, dan pengalaman di bidang keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu melalui Saka Bakti Husada.
e. Pamong Saka Bakti Husada adalah anggota dewasa Gerakan Pramuka berkualifikasi Pembina Mahir yang bertanggung jawab atas pembinaan dan pengembangan Saka Bakti Husada.
f. Instruktur Saka Bakti Husada adalah anggota Gerakan Pramuka atau seseorang yang karena kemampuan dan keahliannya di bidang kesehatan menyumbangkan tenaga dan kemampuannya untuk membantu Pamong Saka Bakti Husada.
g. Pimpinan Saka Bakti Husada adalah badan kelengkapan kwartir yang bertugas memberi bimbingan organisatoris dan teknis kepada Saka Bakti Husada serta memberikan bantuan fasilitas dan dukungan lainnya.
h. Majelis Pembimbing Saka Bakti Husada adalah suatu badan yang terdiri atas pejabat instansi pemerintah dan tokoh masyarakat yang memberi dukungan dan bantuan moral, materiil, financial untuk pendidikan dan pembinaan Saka Bakti Husada.
i. Dewan Saka Bakti Husada adalah badan yang dibentuk oleh anggota Saka Bakti Husada, beranggotakan Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega yang bertugas merencanakan dan memimpin pelaksanaan kegiatan Saka Bakti Husada sehari-hari di satuannya.
j. Krida adalah satuan terkecil dari saka, sebagai wadah kegiatan keterampilan, pengetahuan dan teknologi tertentu.
k. Pemimpin Krida adalah seseorang yang berasal dari anggota Saka yang dipilih oleh seluruh anggota krida.


Saka Bakti Husada diresmikan pada tanggal 17 Juli 1985,dengan dilantiknya Pimpinan Saka Bakti Husada Tingkat Nasional oleh Kwartir Nasional Gerakan Pramuka yang kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 12 November 1985 sebagai Hari Kesehatan Nasional di Magelang. Sebagai dasar dari pelaksanaan kegiatan Saka Bakti Husada, maka diterbitkannya petunjuk penyelenggaraan nomor 053 tahun 1985.

Tujuan Nasional dibentuknya Saka Bakti Husada Kota Kediri adalah untuk mewujudkan kader pembangunan di bidang kesehatan, yang dapat membantu melembagakan norma hidup sehat bagi semua anggota Gerakan Pramuka dan masyarakat pada umumnya.

Kegiatan kesakaan dilaksanakan di gugusdepan dan satuan karya Pramuka disesuaikan dengan usia dan kemampuan jasmani dan rohani peserta didik. Kegiatan pendidikan tersebut dilaksanakan sedapat-dapatnya dengan praktek berupa kegiatan nyata yang memberi kesempatan peserta didik untuk menerapkan sendiri pengetahuan dan kecakapannya dengan menggunakan perlengkapan yang sesuai dengan keperluannya.

Yang dapat menjadi anggota Saka Bakti Husada adalah Pramuka Penegak Bantara, Penegak Laksana dan Pramuka Pandega dari gugus depan yang mempunyai minat dan bakat di bidang kesehatan dengan syarat :
1) Mendapat ijin dari orang tua atau wali dan pembina gugus depannya.
2) Berusia antara 16 sampai dengan 25 tahun.
3) Sehat jasmani dan rohani.
4) Menyatakan keinginan untuk menjadi anggota Saka Bakti Husada secara sukarela dan tertulis
5) Berminat dan bersedia untuk berperan aktif dalam segala kegiatan Saka Bakti Husada.
6) Bersedia dengan sukarela mendarmabaktikan dirinya kepada masyarakat dan sanggup mentaati segala ketentuan yang berlaku bagi anggota Saka Bakti Husada.
7) Bagi calon anggota Saka Bakti Husada yang belum menjadi anggota Gerakan Pramuka harus bersedia menjadi anggota gugus depan Gerakan Pramuka setempat.
8) Tidak sedang menjadi salah satu anggota Saka lain.


Saka Bakti Husada meliputi 5 (lima) krida, yaitu
  1. Krida Bina Lingkungan Sehat
  2. Krida Bina Keluarga Sehat
  3. Krida Bina Pengendalian Penyakit
  4. Krida Bina Gizi
  5. Krida Bina Obat
  6. Krida Bina PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)


1. Krida Bina Lingkungan Sehat, terdiri atas 5 (lima) SKK :
1. SKK Penyehatan Perumahan
2. SKK Penyehatan Makanan dan Minuman
3. SKK Pengamanan Pestisida
4. SKK Pengawasan Kualitas Air
5. SKK Penyehatan Air.


2. Krida Bina Keluarga Sehat, terdiri atas 6 (enam) SKK :

1. SKK Kesehatan Ibu
2. SKK Kesehatan Anak
3. SKK Kesehatan Remaja
4. SKK Kesehatan Usia Lanjut
5. SKK Kesehatan Gigi dan Mulut
6. SKK Kesehatan Jiwa.


3. Krida Pengendalian Penyakit, mempunyai 9 (sembilan) SKK :

1. SKK Pengendalian Penyakit Malaria
2. SKK Pengendalian Penyakit Demam Berdarah
3. SKK Pengendalian Penyakit Anjing Gila
4. SKK Pengendalian Penyakit Diare
5. SKK Pengendalian Penyakit TB. Paru
6. SKK Pengendalian Penyakit Kecacingan
7. SKK Gawat Darurat
8. SKK Imunisasi
9. SKK
HIV/AIDS


4. Krida Bina Gizi, mempunyai 5 (lima) SKK :

1. SKK Perencanaan Menu
2. SKK Dapur Umum Makanan/Darurat
3. SKK UPGK dalam Pos Pelayanan Terpadu
4. SKK Penyuluh Gizi
5. SKK Mengenal Keadaan Gizi.


5. Krida Bina Obat, meliputi 5 (lima) SKK :

1. SKK Pemahaman Obat
2. SKK Taman Obat Keluarga
3. SKK Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Zat Adiktif
4. SKK Bahan Berbahaya bagi Kesehatan
5. SKK Pembinaan Kosmetik


6. Krida PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) : 

1. Bina PHBS di Rumah
2. Bina PHBS di Sekolah
3. Bina PHBS di Tempat umum
4. Bina PHBS di Instansi Pemerintah
5. Bina PHBS di Tempat kerja

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ADAT ISTIADAT SAKA BAKTI HUSADA CABANG BONE


ADAT ISTIADAT
SAKA BAKTI HUSADA CABANG BONE


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Nama dan Tempat

1.      Satuan Karya Pramuka Bakti Husada Cabang Bone yang bernaung di Departemen Kesehatan bernama Dr. Wahidin Sudirohusodo.
2.      Satuan Karya Pramuka Bakti Husada Dr. Wahidin Sudiro Husodo berpangkalan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bone Jalan Jendral Ahmad Yani No. 13 Kompleks Rumah Sakit Lama Watampone.

Pasal 2
Pengertian, Tujuan dan Sasaran

1.       Satuan Karya Pramuka Bakti Husada adalah salah satu jenis Satuan Karya yang merupakan wadah kegiatan untuk meningkatakan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam bidang kesehatan.
2.       Tujuan dibentuknya Saka Bakti Husada adalah untuk mewujudkan tenaga kader pembangunan dalam bidang kesehatan yang dapat membantu melembagakan norma hidup sehat bagi semua anggota Gerakan Pramuka dan masyarakat di lingkungannya.
3.       Sasaran dibentuknya Saka Bakti Husada adalah agar para anggota Gerakan Pramuka yang telah mengikuti kegiatan Saka Bakti Husada mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh pada diri dan masyarakat


BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN ADAT

Pasal 3
Syarat Penerimaan Anggota

1.      Pramuka Penegak, Pramuka Pandega, Pemuda berusia 16 -23 tahun dan Parmuka Penggalang berusia 14 tahun yang mempunyai minat, bakat dan kegemaran dibidang kesehatan.
2.      Mendaftarkan diri  pada Saka Bakti Bakti Husada melalui Dewan Saka Bakti Husada dengan syarat yang telah ditentukan, menyatakan keinginannya untuk menjadi anggota Saka Bakti Husada secara sukarela dan tertulis.
3.      Mengikuti Orientasi Saka Bakti Husada selama masa yang ditentukan.
4.      Apabila tidak memenuhi syarat tersebut pada butir 1, 2 dan 3 maka belum dinyatakan sebagai anggota.

Pasal 4
Hak dan Kewajiban

1.      Semua anggota mempunyai hak suara, hak bicara dan hak pilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam gerakan pramuka.
2.      Setiap anggota berhak dan wajib mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan Saka Bakti Husada pangkalan Dinas Kesehatan Kabupaten Bone.
3.      Semua anggota Saka Bakti Husada berkewajiban menjaga nama baik Gerakan Pramuka dan Sakanya.
4.      Rajin mengikuti semua kegiatan sakanya.
5.      Semua anggota Saka Bakti Husada berkewajiban menerapkan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya dalam hidup sehari-hari dan menjadi contoh bagi keluarga dan masyarakat lingkungan.
6.      Setiap anggota Saka Bakti Husada dalam mengikuti pertemuan/kegiatan saka Bakti Husada wajib memakai pakaian pramuka lengkap (Uniform) dan memakai badge Saka Bakti Husada.
7.      Setiap anggota berkewajiban memenuhi syarat kecakapan khusus (SKK) krida yang dipilihnya.

Pasal 5
Jenis-jenis Upacara Adat

1.      Upacara penerimaan anggota baru / calon anggota.
2.      Upacara pelantikan calon anggota menjadi anggota Saka Bakti Husada
3.      Upacara serah terima Jabatan / Pengukuhan Dewan Saka Bakti Husada.
4.      Upacara pemberian tanda kecakapan khusus.

Pasal 6
Pengertian dan Pelaksanaan Upacara

1.      Upacara penerimaan anggota baru / calon anggota adalah upacara dalam rangka penerimaan calon anggota baru Saka Bakti Husada.
2.      Upacara pelantikan calon anggota menjadi anggota Saka Bakti Husada adalah upacara yang dilaksanakan untuk melantik calon anggota menjadi anggota Saka Bakti Husada.
3.      Upacara pengukuhan Dewan saka Bakti Husada adalah upacara yang dilaksanakan untuk mengukuhkan / melantik pengurus Dewan Saka bakti Husada yang telah disahkan dengan Surat Keputusan.
4.      Upacara pemberian Tanda Kecakapan Khusus (TKK) adalah upacara yang dilaksanakan bagi anggota yang telah lulus ujian yang telah ditentukan pada kecakapan termaksud.

BAB III
DEWAN KEHORMATAN SAKA

Pasal 7

1.      Dewan Kehormatan dibentuk pada waktu menghadapi peristiwa yangmenyangkut nama baik Saka dan berkaitan dengan Kode Kehormatan Pramuka.
2.      Dewan Kehormatan di bentuk oleh Dewan Saka bersama dengan Pemong Saka Bakti Husada.
3.      Dewan Kehormatan terdiri dari Dewan Saka dan anggota Saka Bakti Husada yang ditunjuk serta seorang pensehat yang dijabat oleh Pamong Saka Bakti Husada.
4.      Tugas Dewan Kehormatan :
a.       Mengambil keputusan melalui musyawarah untuk memberi penghargaan kepada anggota yang berjasa/berbuat sustu kebajikan demi nama baik Saka / Gerakan Pramuka.
b.      Memberi hukuman yang bersifat mendidik kepada anggota yang melanggar Kode Kehormatan Pramuka dan ketentuan lain yang berlaku dalam Saka Bakti Husada.
5.      Sidang Dewan Kehormatan adalah siding yang dilaksanakan oleh Saka Bakti Husada atas usul anggota dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan yang mempunyai sifat sementara.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

Pasal 8

1.      Hendaknya selalu dikembangkan saling mengenal dan saling menghargai antara sesama anggota Saka Bakti Husada.
2.      Pertemuan sesama anggota diwajibkan mengucapkan salam dan isyarat tangan apabila salam tidak memungkinkan.
3.      Selain yang tertera di atas, hendaknya  setiap perbuatan dan perkataan selalu mencerminkan nilai-nilai pengamalan Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka.

BAB V
PELAKSANAAN KEGIATAN SAKA BAKTI HUSADA

Pasal 9

1.      Semua kegiatan dilaksanakan dengan sistem among dan kekeluargaan serta bahu membahu antara sesama anggota dan harus diwarnai oleh kesadaran, kesederhanaan, keikhlasan serta penuh tanggung jawab.
2.      Dalam usaha kaderisasi, maka dalam pelaksanaan program kerja tertentu, Dewan Saka Bakti Husada hendaknya melimpahkan wewenang kepada Sangga Kerja.
3.      Dalam mengikuti kegiatan partisipasi diputuskan oleh rapat Dewan Kehormatan.
4.      Setiap selesai melaksanakan kegiatan wajib melapor secara tetulis.

BAB VI
SANKSI

Pasal 10

1.      Permasalahan sesama anggota diselesaikan secara bersama dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.
2.      Bagi anggota yang melanggar ketentuan Adat Saka Bakti Husada akan dikenakan sanksi sesuai dengan hasil sidang dengan Dewan Kehormatan.
3.      Sebelum dijatuhkan sanksi selalu diberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk membela diri.
4.      Sanksi yang dijatuhkan sesuai dengan sidang Dewan Kehormatan dengan ketentua :
a.                Ringan           :   Merupakan teguran atau peringatan atas kelakuan atau tindakan yang dianggap menyalahi ketentuan Adat Istiadat Saka Bakti Huasada dan Kode Kehormatan Pramuka.
b.                Sedang           :   Di skor atau tidak diikutkan dalam kegiatan selama waktu yang diputuskan oleh Dewan Kehormatan.
c.                Berat              :   Dinyatakan keluar dan dicabut haknya sebagai anggota Saka Bakti Husada.

BAB VIII

Pasal 11
Hal-hal yang belum diatur dalam Adat Saka Bakti Husada akan diatur kemudian menurut situasi dan kondisi.


                                                                                  Watampone, 27 Maret 1996





                                                                           (DEWAN SAKA BAKTI HUSADA)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengungkap Bagian Dari Sejarah Arung Palakka


ARUNG PALAKKA PETTA MALAMPEE GEMME’NA

Adalah Raja Bone ke-15 lahir pada 15 September 1634. Nama lengkapnya adalah Arung Palakka La Tenri Tatta Petta Malampee Gemme’na. Dalam sejarah Sulawesi Selatan di abad ke-17, khususnya dalam perang Makassar nama Latenri Tatta Arung Palakka tidak dapat dipisahkan. Menurut Mr. Strotenbekker, seorang sejarawan Belanda dalam bukunya tertulis silsilah yang menyatakan, bahwa Datu Soppeng ri Lau yang bernama Lamakkarodda Mabbelluwa’E kawin dengan We Tenri Pakku Putri raja Bone ke-6 La Uliyo Bote’E MatinroE ri Itterung.

Dari perkawinan ini lahir seorang putri yang bernama We Suji Lebba’E ri Mario. We Suji Lebba’E kawin dengan Raja Bone ke-11 Latenri Rua Sultan Adam matinroE ri Bantaeng, Raja Bone yang pertama kali memeluk agama Islam.

Dari perkawinan itu lahir seorang putranya yang bernama We Tenri Sui’ Datu Mario ri Wawo. We Tenri Sui’ kawin dengan seorang bangsawan Soppeng yang bernama Pattobune. Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga. Dari perkawinan itu lahir :

1.Da Unggu (putri) 
2.Latenri Tatta Arung Palakka (putra)
3.Latenri Girang (putra)
4.We Kacumpurang Da Ompo (putri)
5.Da Emba (putri), dan
6.Da Umpi Mappolobombang (putri)

Jadi Latenri Tatta Arung Palakka adalah bangsawan Bone dan Soppeng, cucu dari Raja Bone ke-11 La Tenriruwa La Pottobune bertempat di Lamatta di daerah Mario ri Wawo dalam wilayah kerajaan Soppeng. Dari enam orang anak La Pottobune Datu Lompuleng Arung Tana Tengnga dengan isterinya We Tenri Sui Datu Mario ri Ase, ada dua orang diantaranya yang menjadi pelaku sejarah Bone di abad ke-17 yaitu :

1.La Tenri Tatta Daeng Serang yang memimpin peperangan melawan kekuasaan Gowa, dan
2.We Mappolobombang yang melahirkan Lapatau matanna Tikka Raja Bone ke-16

Oleh karena itu La Tenri Tatta Arung Palakka tidak mempunyai anak, sekalipun istrinya (I Mangkau Daeng Talele) sangat mengharapkannya, maka ia mengangkat keponakannya yang bernama La Patau menjadi raja Bone ke-16 dengan gelar Sultan Alamuddin Petta MatinroE ri Nagauleng.

Arung Palakka, diantara bangsawan-bangsawan Bone dan Soppeng yang diasingkan dari negerinya, setelah Baginda La Tenri Aji kalah dalam pertempuran di Pasempe pada tahun 1646, terdapat Arung Tana Tengnga La Pottobune dan ayahnya, yaitu Arung Tana Tengnga Tua

Wilayah kepangeranan Tana Tengnga terletak di tepi sungai WalenneE berdekatan dengan Lompulle dan bernaung di bawah daulat Kerajaan Soppeng. Dalam pengasingan itu La Pottobune membawa serta istrinya, We Tenri Sui Datu Mario ri Wawo dan putranya La Tenri Tatta yang baru berusia sebelas tahun. 

Ada lagi empat anak perempuannya, akan tetapi mereka itu ditinggalkan dan dititipkan pada sanak keluarganya di Soppeng, karena takut jika mereka akan mendapat cedera dalam pengasingannya. Mereka itu ialah :

1.We Mappolobombang, yang kemudian menjadi Maddanreng Palakka dan menikah dengan Arungpugi atau Arung Timurung La PakkokoE Towangkone, putra Raja Bone La Maddaremmeng;
2.We Tenrigirang, yang kemudian bergelar Datu Marimari dan kawin dengan Addatuang To dani, Raja dari lima Ajangtappareng (Sidenreng Rappang, Alitta, Sawitto, dan Suppa);
3.Da Eba, yang kemudian menikah dengan Datu Tanete Sultan Ismail La Mappajanci;
4. Da Ompo

Adapun We Tenri Sui adalah anak Sultan Adam La Tenri Ruwa, Raja Bone ke-11 yang wafat dalam pengasingan di Bantaeng, karena ia lebih memilih memeluk agama Islam dari pada tahta Kerajaan Bone.
Dat We Tenri Sui memberikan pula gelaran Datu Mario ri wawo kepada La Tenri Tatta. Dengan gelaran itulah pangerang ini terkenal sehingga ia diakui oleh Aruppitu dan rakyat Bone sebagai Arung Palakka. Suatu kedudukan dan gelaran yang menurut adat telah diberikan kepada pangerang yang terdekat dari tahta Kerajaan Bone. 

Pengakuan yang menjadikannya orang pertama diantara semua bangsawan bone itu, diperolehnya dalam tahun 1660, menjelang perang kemerdekaan melawan Gowa, di mana ia memegang peranan terpenting di samping To Bala.

Situasi Tahun 1646
Apabila dikembalikan ke situasi 1646, maka sekilas dapat digambarkan sebagai berikut. Tawanan-tawanan perang orang Bone dan Soppeng kebanyakan diangkut ke Gowa, di mana mereka dibagi-bagi ke antara bangsawan-bangsawan Gowa. Arung Tana tengnga dan keluarganya jatuh ke tangan Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Ia adalah seorang yang terkenal budiman dan berpengetahuan luas. 

Para tawanannya diperlakukan dengan remah-remah. La Tenritatta dijadikannya Pembawa Puan. Karena tugas itu, maka Pangeran selalu ada di dekat beliau, sehingga tidak sedikit ia mendapat didikan dan ilmu pengetahuan dari ucapan-ucapan serta sikap sehari-hari dari pengendali kemaharajaan Gowa yang termasyhur sangat pandai dan bijaksana itu. Ia juga disegani oleh setiap kawan dan lawannya.

Di kalangan para pemuda bangsawan Gowa, La Tenritatta terkenal dengan nama Daeng Serang. Dengan mereka itu ia berlatih main tombak, kelewang, pencak silat, raga,dan berbagai permainan olah raga lainnya. Dalam pertandingan-pertandingan tidak jarang Daeng Serang menjadi juara. Konon dalam permainan raga tigak ada tandingannya di masa itu.

Menurut berita, roman muka dan fisiknya sangatlah menarik dan mengesankan ; dahinya tinggi, hidungnya mancung, matanya tajam menawan, dagunya tajam alamat berkemauan keras. Tubuhnya semampai, berisi, dan kekar.

Rupanya Karaeng Pattingalloang sayang dan bangga akan pramubaktinya yang bangsawan, gagah dan cerdas itu. Karaeng Serang dibiarkannya bergaul dengan pemuda-pemuda lainnya bagaikan kawan sederajat dengan pemuda-pemuda bangsawan Gowa. Bahkan diperkenalkannya kepada Sultan. Datu Mario alias Daeng Serang telah menjadi buah tutur di antara bangsawan-bangsawan muda dan rakyat ibukota Kerajaan Gowa.

Sayang bagi keluarga Arung Tana Tengnga, Karaeng Pattingalloang lekas wafat yaitu pada tanggal 15 September 1654. Merekapun berganti tuan, yaitu berpindah ke tangan Karaeng Karungrung, yang menggantikan ayahnya sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa. Dia ini terkenal sebagai seorang yang sangat keras tabitnya, tidak seperti ayahnya yang halus budi bahasanya dan baik hati sesamanya manusia.

Pada waktu itu Datu Mario telah menjelang 20 tahun usianya. Ia telah dewasa. Akibat perlakuan tuan barunya yang jauh berbeda dengan ayahnya yang telah meninggal, disadarinya dengan pahit akan kedudukannya sekeluarga sebagai tawanan perang yang pada hakekatnya tidaklah berbeda dengan kedudukan budak. Mereka tidak bebas kemana-mana, harus melakukan segala kehendak tuannya, makan minumnya tergantung daripadanya, nasibnya terserah sepenuhnya kepada balas kasihan atau kesewenang-wenangan tuannya itu.

Mengenai tawanan-tawanan lain, diantaranya terdapat beberapa orang dari Soppeng seperti Arung Bila Daeng Mabela, Arung Belo To Sade, dan Arung Appanang. Nasib beliau itu tidaklah lebih baik dari Datu Mario. Sejak semula mereka menginjakkan kaki di bumi Gowa, mereka mengalami perlakuan-perlakuan yang pahit. Tidaklah heran kalau mereka itu setiap saat memanjatkan doa, agar tanah air mereka segera merdeka kembali dan mereka dapat pulang kembali ke Bone bersatu dengan sanak keluarganya.

Dalam pada itu rakyat Bone sendiri merintih, tertindih di bawah berbagi macam beban yang ditimpakan oleh Kerajaan Gowa di atas kepala mereka. Jennang To Bala tidaklah sanggup membela mereka itu. Oleh karena itu di sinipun rakyat sedang mengimpikan turunnya seorang malaikat kemerdekaan yang akan segera melepaskan mereka dari penderitaan perbudakan tahun 1660.

Pada pertengahan tahun itu Jennang To Bala mendapat perintah dari Karaeng Karungrung, supaya secepat mungkin mengumpulkan sepuluh ribu orang laki-laki untuk dibawa segera ke Gowa menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan, di sepanjang pantai di sekitar ibukota Somba Opu. To Bala sendiri diharuskan mengantar mereka itu ke Gowa.

Pada akhir bulan Juli tibalah Arung Tanete To Bala dengan sepuluh ribu orang Bone di Gowa. Orang sebanyak itu diambilnya dari berbagai golongan, lapisan, dan umur. Ada petani, nelayan, pandai kayu, ada orang kebanyakan, budak, bahkan bangsawan, dan ada yang nampaknya masih kanak-kanak akan tetapi tidak kurang pula yang sudah putih seluruh rambutnya serta sudah ompong. 

To Bala tidaklah sempat lagi memilih hanya orang-orang yang kuat saja, atau mereka yang sedang menganggur saja, atau pun hanya orang kebanyakan dan hamba sahaya. Mereka membawa bekal, pacul atau linggis sendiri. Banyak di antara mereka itu yang sakit ketika tiba di Gowa, terutama yang masih kanak-kanak atau yang sudah terlalu tua. Mereka tidak tahan melakukan perjalanan ratusan kilometer jauhnya, naik gunung, turun gunung, masuk hutan, keluar hutan. Banyak yang berangkat dengan bekal yang tidak cukup karena tidak ada waktu untuk mempersiapkannya. Mereka diambil paksa dari tempat pekerjaannya dan dari anak istri atau orang tuanya.

Datu Mario dan tawanan-tawanan perang Bone lainnya yang kesemuanya orang-orang bangsawan mengetahui akan hal itu. Banyak di antara mereka yang datang untuk menengok orang-orang senegerinya itu ketika mereka baru tiba. Malahan Datu Mario sering mengawal Karaeng Karungrung, apabial mereka pergi memeriksa kemajuan pekerjaan menggali parit dan membangun kubu-kubu pertahanan itu.

Iba hati pangerang itu melihat penderitaan orang-orang senegerinya. Mereka bekerja dari pagi sampai petang, hanya berhenti sedikit untuk makan tengah hari dari bekal mereka yang terdiri dari nasi jagung dan serbuk ikan kering yang lebih banyak garam dari pada ikannya. 

Sungguh sangat menyedihkan mereka itu. Apalagi waktu itu musim kemarau, panas terik bukan kepalang di tepi pantai. Celakalah barang siapa yang dianggap malas. Mereka didera dengan cambuk oleh mandor-mandor yang tidak mengenal perikemanusiaan. Orang-orang yang dikhawatirkan akan membangkang, kakinya dibelenggu (risakkala).

Karena pekerjaan yang telampau berat itu, sedang makanan amat kurang, lagi pula obat-obatan tidak ada, banyaklah di antara pekerja-pekerja itu yang jatuh sakit. Kebanyakan yang sakit tidak sembuh lagi. Mereka mati jauh dari anak istri dan ibu bapak mereka.

Tidaklah mengherankan, kalau di antara para pekerja yang malang itu ada yang berusaha melarikan diri. Maka celakalah apabila ia tertangkap kembali. Ia didera setengah mati, lalu disuruh bekerja dengan kaki terbelenggu (risakkala) untuk waktu yang lama. Akan tetapi tidak tahan dengan penderitaan, maka banyaklah pekerja yang melarikan diri. Mangkubumi Karaeng Karungrung amat murka akan hal itu. Beliau berkehendak, supaya parit-parit pertahanan di sekitar Somba Opu, Jumpandang dan Panakkukang serta kubu-kubu pertahanan sepanjang pantai selesai November. Untuk mengganti pelarian-pelarian yang tidak tertangkap kembali, maka diperintahkannya semua tahanan perang pria yang ada di ibukota ikut serta pada pekerjaan itu.

Datu Mario dan bangsawan-bangsawan lain, baik yang dari Bone maupun yang dari Soppeng turut menggali dan mengangkat tanah pada setiap harinya. Ayah Datu Mario, karena sudah terlalu tua dan sering sakit-sakitan dibebaskan dari pekerjaan fisik yang amat berat itu. Pada suatu hari diawal bulan September 1660 itu, Datu Mario pulang dari menggali parit, didapati ayahnya meninggal. Beliau dikatakan telah dibunuh pada pagi hari itu dengan sangat kejam, karena ia mengamuk di hadapan Sri Sultan, disebabkan karena bermata gelap, melihat beberapa orang Bone yang disiksa sampai mati. Mereka itu adalah pelarian dari tempat penggalian parit-parit, ditangkap kembali oleh orang Gowa.

Arung Tana Tengnga Tua, Nenek Datu Mario, beberapa tahun sebelumnya telah pula meninggal dengan cara yang serupa. Menurut berita, beliaupun mengamuk di depan para pembesar Kerajaan Gowa. Beliau ditangkap lalu dibunuh dengan cara yang amat kejam pula. Datu Mario bersumpah akan menuntut balas terhadap kematian ayah dan neneknya serta sekian banyak orang Bone lainnya. Maka direncanakannya suatu pemberontakan secara besar-besaran untuk melepaskan Bone dari penjajahan dan perbudakan Gowa.

Pada suatu hari dalam pertengahan bulan September itu sementara Sultan Hasanuddin bersama dengan segala pembesar kerajaannya berpesta besar di Tallo, Datu Mario menggerakkan semua pekerja parit orang Bone yang hampir sepuluh ribu orang jumlahnya itu bersama dengan semua tawanan perang dari Bone dan Soppeng melarikan diri dari Gowa. Pelarian itu berhasil dengan gemilang di bawah pimpinan Datu Mario. Pada hari yang keempat petang mereka tiba di Lamuru, Datu Mario segera mengirimkan kurir kilat kepada Jennang To Bala dan Datu Soppeng untuk melaporkan peristiwa besar itu dan mengajaknya bertemu di Attappang dekat Mampu.

Beberapa hari kemudian bertemulah Datu Soppeng La Tenri Bali, Arung Tanete To Bala. Dan Datu Mario Latenri Tatta di Attappang. Pada pihak Datu Soppeng ikut hadir ayahnya Lamaddussila Arung mampu dan Arung Bila. Pada pihak To Bala hadir Arung Tibojong, Arung Ujung, dan sejumlah besar bangsawan Bone. Bersama Datu Mario hadir pula Daeng Mabela, Arung Belo dan Arung Appanang. Atas desakan Datu Mario dan kawan-kawannya, Datu Soppeng segera menyetujui tawaran To Bala untuk mempersatukan Bone dan Soppeng melawan Gowa. Perundingan berlangsung di suatu tempat yang netral yaitu di atas rakit sungai Attapang. Oleh sebab itu persetujuan Bone-Soppeng itu (1660) dinamai “ Pincara LopiE ri Attappang (rakit perahu di Attappang)

Setelah itu pulanglah mereka masing-masing ke negerinya. Datu Mario kembali ke Lamuru menemui laskar-laskarnya, bekas penggali-penggali parit di Gowa yang berjumlah hampir sepuluh ribu orang. Semuanya ingin memikul tombak di bawah Datu Mario untuk menyambut orang Gowa. Akan tetapi oleh Datu Mario diperintahkan yang sudah ubanan sama sekali dan yang belum dewasa harus tinggal di kampung untuk membela wanita-wanita, orang tua-tua, dan anak-anak. Para pengikut lainnya paling lambat setelah sepekan (lima hari) sudah berkumpul kembali di Mario. 

Menurut perhitungan Datu Mario, paling cepat sepekan lagi barulah laskar Gowa dapat berada di Lamuru. Ibu dan istrinya I Mangkawani Daeng Talele telah dibawanya ke Desa Lamatta, tempat kediaman mereka 14 tahun yang lalu sebelum diasingkan ke Gowa.

Alangkah bahagia perasaan ibunya berada kembali di negeri leluhurnya, di tengah-tengah rakyat yang mencintainya. Sayang sekali, Datu yang telah tua itu tidak lama menikmati kebahagiaan itu di dunia. Oleh Yang Maha Esa, beliau hanya diizinkan menghirup udara Lamatta sepekan lamanya. Penderitaan selama dalam pengasingan, terlebih-lebih dalam bulan yang terakhir setelah meninggal suaminya, ditambah keletihan dalam pelarian dari Bontoala ke Lamuru selama empat hari empat malam sempat juga ia menikmati berita bahagia, bahwa Aruppitu, para bangsawan dan rakyat Bone telah mengakui putranya Datu Mario sebagai Arung Palakka. Di mana ia sebagai ahli waris neneknya yakni Sultan Adam La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Datu Mario yang kini mulai terkenal sebagai Arung Palakka, tidaklah dapat duduk-duduk bersantai atas kematian ibunya itu, karena telah diterimanya kabar, bahwa laskar Gowa yang berjumlah besar telah mendaki ke Camba untuk menuju Bone. Dalam dua hari kepala laskar itu sudah dapat berada di Lamuru. Dengan segera dikirimnya kurir ke Soppeng dan Bone dengan membawa berita dan meminta, supaya sebagian laskar di kirim ke Lamuru untuk menyambut laskar Gowa di tempat itu. Pada hari yang ketiga barulah laskar Gowa tiba di Lamuru. Petang harinya tiba pula laskar Soppeng hampir bersamaan dengan laskar Bone. Bersatulah mereka untuk menghadapi laskar Gowa. Kedua belah pihak sama kuat. Menurut cerita masing-masing berkekuatan kurang lebih 11.000 orang.

Raja Gowa berusaha memisahkan orang Soppeng dari orang Bone. Baginda mengirim utusan kepada Datu Soppeng dengan pesan, bahwa antara Gowa dan Soppeng tidak ada perselisihan. Janganlah hendaknya orang Soppeng mau diseret oleh orang Bone untuk masuk ke liang lahat. Peperangan ini tidak berarti mengubur diri sendiri bagi orang Bone. Akan tetapi Datu Soppeng dan Arung Bila, ayah Daeng Mabela menjawab, bahwa Soppeng telah bertekad akan sehidup semati dengan saudaranya Bone berdasarkan perjanjian tiga negara (TellumpoccoE) di Timurung. 

Ketika utusan menyampaikan jawaban datu Soppeng itu kepada Raja Gowa, baginda berkata: “ Baiklah jika demikian, Soppeng rasakan serangan Gowa!”. Diperintahkannya menyerang Soppeng dan Bone bersama-sama. Kedua belah pihak bertempur dengan tanpa mengenal maut. Datu mario yang kini telah pula bergelar Arung Palakka memimpin laskar yang terdiri dari orang-orang Mario, orang-orang Palakka, dan mereka yang pernah menjadi penggali parit di Gowa. 

Pada petang harinya sebuah panji orang Soppeng dapat direbut oleh musuh. Pasukan Arung Bila telah tewas sebanyak empat puluh orang. Untunglah malam tiba. Kedua belah pihak mundur ke markas masing-masing. Keesokan harinya orang Bone dan Soppeng mulai menyerang laskar Gowa terdesak mundur, terkepung oleh lawan-lawannya. 

Tiba-tiba Orang Soppeng mendapat berita, bahwa laskar Wajo, sekutu Gowa telah melintasi perbatasan Soppeng – Wajo. Negeri-negeri yang mereka lalui habis dibakar. Datu Soppeng memerintahkan laskarnya berbalik meninggalkan medan pertempuran lamuru untuk kembali menghadapi laskar wajo. Akan tetapi laskarnya telah letih, sedangkan laskar wajo masih segar dan jumlahnya pun lebih besar. Setelah bertempur berhari-hari laskar Soppeng menyerah. Arung Bila Tua ayah Daeng Mabela lari menyingkir ke pegunungan Letta. Putrinya We Dimang menyingkir ke arah timur dikawal oleh adiknya, yakni Daeng Mabela. Ibunya dengan dikawal oleh Arung Appanang menyingkir ke Mampu.

Laskar Bone setelah ditinggalkan oleh laskar Soppeng, mundur teratur masuk ke daerah Bone Utara. Dikejar dari belakang oleh laskar Gowa. Mampu, Timurung, dan Sailong menjadilah medan perang. Sial bagi orang Bone laskar wajo yang telah selesai tugasnya di Soppeng karena laskar Soppeng telah menyerah, kini bersatu dengan laskar Gowa.

Namun orang Bone tidaklah putus asa. To Bala dan Arung Palakka selalu berada di garis depan. Seolah-olah mereka sengaja mencari maut. Sikap kedua orang panglimanya membakar semangat orang-orang Bone sehingga mereka berkelahi pula dengan tidak mengindahkan maut.

Pertempuran ini tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang akhirnya keduanya berdamai. Dalam proses perang dan damai antara kedua kerajaan besar di Sulawesi Selatan ini, yaitu antara Gowa dan Bone. Maka akhirnya Datu Mario Arung palakka La Tenri Tatta Petta Malampe’E Gemme’na pada tanggal 6 April 1698 di dalam istananya di Bontoala dengan amanatnya sebelum wafat, supaya Baginda di makamkan di Bukit Bontobiraeng dalam wilayah kerajaan Gowa. 

Juga permaisuri baginda yang teamat dicintainnya I Mangkawani Daeng Talele dan telah ikut bersama Baginda mengalami suka duka perjuangannya, turut pula dimakamkan di tempat itu sesuai dengan amanat baginda Arung Palakka sendiri.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS