TIM Hore.. Ya inilah group kami
yang terdiri dari beberapa orang yang tidak jelas juga sih adanya tapi yang
terpenting selalu hore dan happy tapi ingat Ilahi tentunya.. hehehehe
Berawal dari kepenatan yang mengekang
beberapa hari mengawali bulan Desember mengantarkan kami mengutarakan keinginan
untuk keluar menantang adrenaline disebuah daerah yang konon katanya daerah
terbilang paling ekstrim di daerah kami di Kabupaten Bone yaitu Bontocani yang
merupakan kecamatan terluas dan tertinggi yang lebih dari 700 – 1000 mdpl. Yang
rencana disebuah desa yang bernama Bontojai salah satu dari 11 Desa lainnya tempat
air terjun 7 susun.
Akhirnya kami menyebar informasi
disosial media berharap beberapa orang turut ramai sekitar 10 – 15 orang
berhubung daerah tersebut belum satupun dari kami yang mengetahui situasinya.
Dayat yang mengusulkan daerah itu juga belum tahu jalur menuju air terjun
tersebut walaupun pernah tinggal didaerah dekat sana kurang lebih setahun. Tanggal
6 – 7 Desember 2014 itulah tanggal perencanaan kami di lokasi air terjun
tersebut namun tanggal 5 kami berempat sudah menuju lokasi dengan harapan bisa
survey terlebih dahulu. Semangat pun berkobar mengalahkan sejuta cerita miring
orang tentang daerah tersebut, perjalanan dari kota Bone ditempuh ke ibukota
Kecamatan Bontocani kurang lebih 2 jam.
Didaerah ibukota kecamatan yang
dikenal sebagai Pammusureng kami mulai merasakan hentakan adrenaline yang
menggebu-gebu setelah dijemput suasana magrib yang menenangkan hati. Untungnya pernah
sebelumnya kedaerah ini jadi menyempatkan sebentar untuk Shalat dan
Alhamdulillah sekalian dapat rejeki nomplok kita makan, TIM Hore gitu loh pasti
punya keluarga dimana-mana banyak sepupu lain kali plus kakek sembarang kata
kak Pay dulu. Hehehehehe.... Pukul 18.40 WITA dengan dibaluri rentetan Doa
menguatkan kami untuk memecah kesunyian dan pekat malam itu menuju Desa
Bontojai yang berbatasan langsung dengan daerah Malino Kabupaten Gowa. Tekstur jalan
menyambut kami dengan berbagai macam tantangan, hindari lubang dapat lubang
jalan yang lain penuh lumpur ditepi jurang dikegelapan malam dengan hembusan
dinginnya angin malam bersama lambai kerapatan pohon pinus diujung pandangan
kami.
Sekitar 1,5 Jam perjalanan kami
akhirnya tiba di Bontojai, desa tempat air terjun tujuan kami berada. Berharap malam
ini juga bisa langsung ke Lokasi air terjun namun keluarga salah seorang teman
yang juga berprofesi sebagai Polisi Hutan menyarankan untuk beristirahat dulu
dan berangkat keesokan harinya. Namun, berbagai alasan kami cari agar mau
diantar kelokasi tersebut tapi tetap saja beliau menolak karena alasan pertama
sih istri beliau dalam keadaan sakit dan mesti mengurus anak-anaknya. Usil plus
nekat akhirnya kami berbisik untuk mencari warga lain untuk mengantar kami ke
Lokasi air terjun tapi tak kunjung kami temukan titik terang malam itu akhirnya
kami mengurungkan niat dan berharap keesokan harinya bisa berangkat secepatnya
karena masih beberapa teman yang menyusul kesini yang mengharuskan kami untuk
kembali untuk menjemputnya dibawah sini.
Disela istirahat kami beliau
sedikit mempertanyakan tujuan kedatangan kami kelokasi tersebut karena menurut
beliau belum ada yang pernah bermalam di Lokasi tersebut. Terakhir kurang lebih
setahun yang lalu ada yang mengadakan ekspedisi didekat lokasi tersebut dan
salah seorang mati mengenaskan akibat ledakan kompor yang mereka gunakan. Selain
itu banyak pacet yang usil mengganggu pendaki apalagi memasuki musim hujan
seperti ini yang merupakan lintah darat yang terdapat didaun dan paling
ditakutkan sih masuk kelubang telinga atau menghisap darah disela-sela
pakaian.. iihhh woouuoooww. Takut sudah pasti tapi mau tidak mau hal itu memang
harus kita hadapi sebagai seorang penggiat alam bebas. Malam itu kami habiskan
ditepian jalan pusat ibukota desa Bontojai ditemani hembusan angin malam
diketinggian kurang lebih 800mdpl tak ketinggalan teh gelas sama cemilan,
cepuluh, dan cebelas merangkak perlahan masuk kekerongkongan kami. Hehehehehe..
Salam Hore...!!!
Dinginnya suasana merasuk hingga
ketulang rusuk membangunkan kami disubuh hari untuk menyegarakan Shalat dan
berkemas-kemas. Pagi sekali tuan rumah berkendara meninggalkan rumah, rasa lega
mulai terasa karena terbersit dipikiran bahwa beliau hendak keluar mencari
salah seorang warga untuk mengantar kami kelokasi Air terjun yang baru kutahu
namanya Baruttung. Namun, cukup mengelus dada karena ternyata yang beliau
jemput adalah mantri alias orang pinter dikampung eittzz tapi bukan profesor ya
untuk mengobati istri beliau. Yaudahlah mungkin bersabar sebentar lagi menunggu
seseorang yang mau menjadi Leader kami kesana dan tanpa pikir panjang kami
berjalan menghirup udara segar didesa Bontojai sekalian berolahraga sebentar
untuk meregangkan otot sebelum track menuju puncak air terjun Baruttung dengan
ketinggian sekitar 900mdpl.
Sejenak mengakrabkan diri dengan
warga seraya bercakap sebentar tentang kedatangan kami disini dan Alhamdulillah
mendapatkan sedikit titik terang tentang jalur yang kami ingin lalui dan
membuat kami berani berangkat tanpa leader dari penduduk setempat. Dihangatkan dengan
secangkir kopi membantu mencairkan dingin suasana pagi itu dan berangkat sepagi
mungkin agar cepat menemukan lokasi dan sesegara mungkin turun lagi untuk
menjemput beberapa teman yang menyusul sesudah shalat dhuhur. Aku merasakan
sedikit kejanggalan dipagi itu karena teman-teman dengan begitu tergesa-gesa
berangkat tanpa berkumpul sejenak untuk berdoa agar dimudahkan disepanjang
perjalanan. Sesampainya dirumah terakhir mereka pun bergegas berangkat dengan
begitu tergesa-gesanya semakin membuat kegundahan dalam hatiku, sebagai orang
tertua diantara berempat disini akupun mengusulkan untuk berdoa sejenak.
Maafkan kami ya ALLAH, atas keegoisan dan jiwa brutal kami yang begitu semangat
tapi terkadang khilaf dengan lupa menyebut namamu disetiap awal langkah kami.
Sambutan senyuman keramahan
pemilik rumah menenangkan suasana hati ini dan beliau pun menunjukkan jalur
yang pernah dipakai untuk menuju air terjun Baruttung. Kami berangkat dengan
semangat menggebu-gebu tapi kok terbersit sedikit kejanggalan namun terus
kuacuhkan karena kutahu ini masih pagi jadi kecil kemungkinan kami kesasar
manalagi kami semua berempat baru datang kesini. Salah seorang pun menjadi
leader dari kami menapaki jalanan yang sudah mulai tertutup dan ditumbuhi semak
belukar. Sekitar 1jam berjalan akhirnya teman-teman terduduk terpaku diujung
jalan setapak yang tidak mengarah kesuatu tempat pun. Berniat menerobos dan
membuat jalur sendiri dikemiringan lereng 100 derajat serasa bukan ide yang
tepat sehingga kami berpencar mencari jalan yang kemungkinan masih menyisakan
beberapa tanda menuju air terjun tersebut. Ya ALLAH kami tersesat, aku
memutuskan memimpin untuk kembali kelokasi yang jelas turun sejenak untuk
memperbaiki pikiran dan suasana hati. Sepanjang jalan turun aku merasakan
sesuatu yang tidak beres yakni sifat sombong anggota TIM akhirnya memperbaiki
niat seraya berdoa agar diberikan titik terang. Tak menunggu terlalu lama aku
dikagetkan dengan seseorang bersama kedua anjingnya yang katanya hendak
ketengah hutan mencari sarang lebah untuk diambil madunya karena ini musimnya.
Alhamdulillah terima kasih ya ALLAH.
Cucuran keringat membasahi baju,
napas tidak teratur menapaki jalan menanjak dilereng gunung menuju puncak air
terjun yang salah sedikit bisa terperosot jatuh kejurang yang dialiri derasnya
air dari puncak. Kurang lebih 1jam berlalu akhirnya kami berpisah dengan bapak
pencari madu dipersimpangan jalan yang katanya menuju puncak air terjun
baruttung. Lega dan penuh semangat kami pun berteriak dipuncak air terjun
baruttung. Assalamu Alaikum, kami datang dengan niat yang bagus untuk belajar
dari Alam mengenal Pencipta agar kami sadar dari kesombongan bahwa betapa
kecilnya kami didunia ini menyaksikan keindahan Alam dari puncak sini.
Wah mungkin ini puncak yang
disebut keluarga teman yang katanya batu yang agak lapang dibagian tengah dan
dikiri kanannya dialiri air apabila debit airnya banyak namun sekarang hanya
bagian kanan yang dialiri air karena belum memasuki musim hujan sepenuhnya. Berniat
mendirikan tenda karena lokasinya cukup bagus namun sedikitpun tidak ada bekas
perapian. Tanyaku dalam hati apakah benar tidak ada yang pernah bermalam disini
mengantarku untuk turun kebawah melihat-lihat sebentar sambil mengecek apakah
benar tidak pernah ada yang bermalam dilokasi ini. Cukup mudah untuk berjalan
karena bebatuan masih terbilang belum terlalu lembab membuatku bisa turun
ketingkatan ke-2 dan seterusnya hingga tiba ditingkatan air terjun ke-4
terdapat bekas perapian pertanda pernah ada yang sampai malam disini sekitar
kurang lebih 3-5 hari yang lalu.
Berjalan lompat dari batu kebatu
dan berperosot menuju kebawah yang hanya bisa menjangkau sampai air terjun
tingkatn ke-5 karena 6 dan 7 sudah sangat terjal. Air terjun ke-6 tidak dialiri
air karena debit air yang masih sedikit jadi hanya melewati pinggirannya dan
tingkatan ke-7 tidak keliatan dari sini. Aku pun kembali ke tingkatan ke-4 melihat
sejenak apakah bisa mendirikan tenda dan ternyata pemandangan dari tingkatan
ini sangat luar biasa. Subhanallah, indahnya luar biasa dikejauhan sana arah
timur laut terlihat bentangan keindahan laut dihiasi oleh deretan pulau
sembilan Kabupaten Sinjai serta dibelakang terlihat 3 susun keindahan air
terjun. Membuatku bersemangat untuk mengambil Carrier dan bergegas mendirikan
tenda dome berhubung cuaca terlihat mendung.
Sarapan sekalian makan siang pun
selesai sekitar pukul 10.25 WITA, sinyal HP ternyata bagus dari ketinggian sini
sehingga memudahkan kami untuk menghubungi teman-teman yang hendak menyusul. Beras
ternyata kelupaan dibawa, tissue basah untuk cuci trangia dan ayam yang udah
dipotong-potong menjadi pesanan kami kepada teman-teman menghitung situasi
sangat menyenangkan diketinggian kurang lebih 900mdpl menikmati malam minggu
diantara 3susun air terjun baruttung dan pemandangan laut dan pulau sembilan. Akhirnya
mereka mengabari bahwa sudah berangkat sehingga aku memperkirakan sekitar pukul
14.00 WITA baru akan turun untuk menjemput mereka diibukota desa. Kami beristirahat
sejenak ditemani terik matahari diatas batu kami tertidur pulas karena saking
capeknya.. ZZzzzzzzzzz....
Tetesan air hujan membangunkanku
karena dikagetkan kirain hujan deras padahal barang-barang masih banyak yang
belum dikemas kedalam tenda dan segera Shalat Dhuhur. Melanjutkan baring
sejenak sebelum turun untuk menjemput teman ternyata bukan ide yang baik karena
hujan pun semakin tidak bersahabat dan semakin lebat. Tenda dome kapasitas 4
orang diatas batu pun hanya bisa untuk 2 orang plus barang-barang didalamnya
selebihnya kami diluar dibawah hammock yang dibentangkan jadi flysheet. Akupun yang
capek jongkok dibawah flysheet memutuskan masuk dibawah batu yang terbilang
tidak kena hujan yang boleh dimasukin dengan merayap dan baring disitu selama
beberapa saat.
“Uuuuu..” terdengar suara teriakan
salah seorang warga yang kayaknya sedang punya aktivitas diatas gunung sini dan
akupun membalasnya dengan kode itu. Dikagetkan oleh gonggongan anjingnya
ternyata mereka adalah warga yang dari mengambil madu dipuncak hutan mengajak
kami berbicara sejenak dibawah gerimis hujan ditingkatan ke-4 air terjun itu. Setelah
beberapa saat bersama kami akhirnya merekapun turun kepemukiman dengan melalui
jalur dari gunung langsung ketingkatan ke-4 air terjun menyisakan tanya dihati
kami tentang jalur tersebut. Betapa tidak jalur awal kedatangan kami disini
langsung kepuncak air terjun alias tingkatan pertama yang apabila kita naik dan
turun dalam keadaan gerimis seperti ini terbilang cukup ekstrim akhirnya memberanikan
diri bersama adikku aku memutuskan mencari jalur tersebut untuk turun menjemput
teman yang lain.
Cukup lama kami dijalan karena
memasang stringline alias tanda dipohon ataupun ranting agar tidak kesasar karena
kemungkinan malam kami baru akan naik lagi dari menjemput teman dibawah sana. Berat
rasanya meninggalkan teman disana tapi apa boleh buat masih ada teman yang
mesti dijemput dibawah untuk turut meramaikan kebersamaan Tim hore dimalam
minggu ini. Terasa aneh sepanjang jalan menurungi gunung itu terasa ada yang
lain selain aku dan adikku, gerimis sepanjang jalan semakin menambah suasana
yang mencekam tapi aku hanya diam saja seraya mempertebal doa dalam hati. Hufft...
akhirnya sampai dibawah tempat motor kami titipkan dirumah paling terakhir
dengan tubuh setengah basah kuyub.
“Eloki’ Mabbenni..??” sang
pemilik rumah bertanya kepadaku. Beliau mempertanyakan dimana kami hendak
bermalam karena menurut para warga setempat diatas itu ada tempat yang paling
sakral dan sering terjadi kejadian aneh disana. Buleleng, Allemmerengnge, atau
apalah namanya yang hanya aku dengar diujung pendengaranku dan tak mau aku tahu
namanya yang seperti lubang agak melingkar disamping air terjun tepatnya
dipuncak air terjun. Aku pun terdiam sejenak mengingat kenapa juga aku memang
merasa tidak enak dipuncak saat mau mendirikan tenda tadi dan kenapa juga aku
bisa memutuskan untuk mendirikan tenda ditingkatan ke-4. Sambung cerita katanya
untung datangki sekarang karena musim madu jadi sering-seringjie dilewati sama
pencari madu dan terakhir yang kesana berkunjung adalah anak KKN UNHAS tapi
sebentar saja diatas karena ada yang sakit dan itupun pulang ada yang ikut
sampai didesa.
Lemparan senyuman aku berikan
kepada ibu itu seraya mengucapkan terima kasih dan bergegas menyusul adikku
yang sudah lebih dulu mengendarai motor menuju ibukota desa dan akupun
menggunakan motor teman karena sedikit macet sama motor yang aku kendarai
kesini. Cukup geli juga sih ditengkuk ditambah lagi cerita salah seorang warga
namun aku cukup berdoa saja berharap kembali naik dengan teman-teman untuk
bermalam minggu menikmati kebersamaan TIM HORE. Hehehehehehehe.....
Ternyata teman yang kami jemput
hanya 3 orang dari perkiraan 10 orang yang rencana mau datang dan setelah
melengkapi beberapa logistik kami berangkat naik pukul 17.37 WITA yang kami
perkirakan pasti sampai malam dipuncak sana padahal mereka tidak membawa
senter. Aku yang sebagai leader hanya mengandalkan senter dari Handy Talkie dan
adikku senter dari HP.nya bersama 3 orang lainnya tanpa penerangan berjalan
menapaki jalan setapak yang licin dan gelap dilereng gunung sehingga memakan
waktu kurang lebih 2jam sampai dipuncak.
Lembab dan licin sepanjang jalan,
terpeleset, jatuh dan tersandung adalah hal yang kami hadapi sepanjang jalan
malam itu kami melangkah pasti dikegelapan malam hingga sampai diair terjun tingkatan
ke-4 disambut oleh sinar api unggun disamping tenda. Kami bergegas
menghangatkan diri dan selebihnya mendirikan tenda yang lain dan segera masak
untuk makan malam. Gerak terbatas karena bebatuan licin dan gerimis masih
menemani kebersamaan kami hingga jelang pukul 20.00 WITA. Lepas makan malam kami
pun duduk untuk bercerita sejenak menikmati secangkir kopi hangat menyaksikan
keindahan laut disinari lampu tambang ikan dari pulau sembilan dan dibelakang
kami ada 3susun air terjun. Dan ternyata dari cerita warga tadi ternyata yang
sesekali kesini adalah mereka yang datang untuk mencari ikan massapi namun
tidak sampai bermalam tapi mereka datang sampai tengah malam atau dari tengah
malam sampai dini hari disini.
Jujur aku merasa cukup merinding
ketika kegelapan malam semakin merangkak naik ketengah malam yang sesekali disinari
indahnya rembulan yang keesokan harinya kemungkinan purnama penuh. Satu persatu
teman-teman masuk ketenda untuk beristirahat namun aku masih terjaga dengan
beberapa teman berharap bisa bertukaran dengan teman yang lain untuk berjaga
disamping api unggun. Kini aku tinggal berdua makanya aku memanggil salah
seorang teman lagi untuk keluar untuk menemani kami karena aku dikagetkan oleh
sosok tinggi besar hitam dari puncak air terjun yang membuatku merinding dan suasana
hatiku tidak tentu malam itu.. tapi sedikit bercerita dengan teman untuk
sedikit mencairkan suasana itu ditemani kobaran api unggun yang semakin menipis
disaat malam mulai turun dari puncaknya. Sekarang pukul 02.14 WITA akupun
memutuskan beristirahat dengan suasana hati yang sudah tenang dengan untaian
doa dalam hati. Ya ALLAH, aku tahu kami tamu disini dan ada yang lain diantara
kami disini maka dari itu jagalah kami dalam lelap ini, amin.
Malam itu pun berlalu sangat
indah dan takkan terlupak keindahan itu diiringi suara merdu air terjun mengantarkan
mimpi indah akan keagungan Tuhan. Pagi-pagi sekali kami mulai aktivitas
berharap bisa pulang secepatnya, mulai dari mandi, masak, dan tak lupa berfose
didepan layar. Sarapan roti bakar memberi energi luar biasa untuk terus
beraktivitas mengantarkan kami bergerak menuju air terjun keatas dan kebawah
untuk mengambil gambar. Inilah acara inti dari kedatangan kami yakni mengambil
gambar dengan iringan sejuta senyuman didepan kamera. Dan setelah semuanya
mulai lelah dengan sejuta fose akhirnya mulai membongkar tenda dan turun dari
puncak.
Sampai jumpa air terjun
Baruttung, terima kasih atas sejuta goncangan adrenaline yang engkau berikan dan
mohon maaf atas kekhilafan kami sepanjang aktivitas disana. Yang paling
membuatku terkejut karena aku merasa sesuatu mengikuti kami sampai dirumah
terakhir tempat menitipkan motor, aku terdiam sejenak dan tiba-tiba bulu kuduk
jadi merinding sampai kami berpose dekat motor sebelum pulang dia masih ada sehingga
membuat keceplosan berbicara bahwa biarlah aku paling belakang jalan karena mau
baca-bacai dulu jalan. Hehehehe... Doa dipenghujung keberangkatan kami menuju
desa terakhir kami haturkan sepenuh hati berharap bisa kembali dengan selamat
tanpa ada yang saling merasa terganggu.. Wassalam.. SALAM HORE....!!!!